Sex Movie ala Indonesia
SEX MOVIE
Oleh : Susetyo Dwi Prihadi *
Dalam 7 tahun belakangan ini perfilman
Tapi sayangnya seperti mengulang pada kesalahan sama, film-film Indonesia tidak diimbangi dengan kualitas yang memadai. Asal film itu ada adegan cinta-cintaan dan pacarannya sudah bisa disebut dengan film romantis Walhasil, film-film itu dibuat secara asal-asalan yang penting jadi. Dan berjamuranlah di bioskop seantero Jagad wilayah Indonesia..
Ketatnya persaingan diantara para pembuat film, membuat para pengusaha film menambahkan bumbu-bumbu kreatifitas yang nyeleneh. Kalau dahulu adegan ciuman antara Cinta dengan Rangga di film AADC hanya dilakukan sekali dan pada adegan terakhir. Sekarang biar menambah minat penonton, adegan ciumannya dilakukan hampir disetiap scene, salah satu pelopornya adalah Film “Buruan Cium Gue”, film yang memang menuai kontoversi dan bahkan oleh salah satu dai kondang diganti judulnya dengan judul “Buruan Zina Gue” sempat ditarik peredarannya, tetapi tetap saja film ini menjadi “ikon” dan “kiblat” para pembuat film untuk membuat film sejenisnya.
Bukannya makin “sopan’” film-film yang katanya romantis itu makin menjadi, selain adegan ciuman yang paling hot juga ditambah adegan syur sebagai pemikat dalam film. Banyak contohnya dan salah satunya adalah Film “Realita Cinta Dan Rock and Roll”. Memang adengan syur ini dibungkus secara ‘rapih’ dan tidak kelihatan ke syrurannya. Tapi tidak bisa dipungkiri film ini menjadi pembenaran bahwa adegan syur itu perlu.
Lihat pada tahun 2007 lalu, bagaimana film “Quckie Ekspres” yang meceritakan perjalanan seorang Gigolo di Indonesia.Film ini Mengupas habis adegan syur antara gigolo dengan para tante-tante kesepian. Saya juga tidak mengerti apakah film yang katanya berdasarkan kisah nyata itu benar- benar ada ?. Bayangkan saja gigolo pada film itu dikemas sebagai pekerjaan yang professional, diceritakan pada film yang mirip dengan “duecthe gigalow” buatan Hollywod itu calon gigolo dilatih secara professional oleh sang “ahli” ditambah alat peraga yang moderen, pokoknya mirip pelatihan agen rahasia dalam film James Bond.
Tetapi itu belum seberapa dengan adegan pada film yang paling terbaru buatan Multivision Picture yaitu, “Kawin Kontrak”. Sudah bisa ditebak dari judulnya bahwa film ini bercerita tentang masalah kawin kontrak, perkawinan yang bersifat sementara dengan perjanjian dan sebatas hanya memenuhi sex belaka. Perkawinan yang dalam Islam jelas-jelas dilarang ini malah justru menjadi pembenaran bagi tiga tokoh yang diceritakan baru lulus SMU dan punya nafsu sex yang menggebu-gebu. Bahkan dalam satu dialog dikatakan bahwa kawin kontrak ini sebagai ‘plesiran halal’
Di film ini ditampilkan adegan syur yang membuat para penonton dadanya berdegup kencang. Bagaimana tidak ? lekukan tubuh wanita yang hanya dibalut oleh sehelai handuk saja tergambar jelas dengan durasi yang lumayan lama. Belum lagi dialog-dialog yang tidak pernah lepas dari kata viagra serta adegan hubungan suami-istri digambarkan dengan malu-malu tapi jelas. Dan cocok sekali kalau saya mengatakan inilah sex movie ala Indonesia
Parahnya lagi para pemain film kita yang asili Indonesia mengatakan bahwa adegan ini adalah tuntunan scenario dan sebagai bentuk profesionalisme. Wah, kalau begitu apa bedanya mereka dengan-maaf- pelacur. Toh mereka juga melakukan hubungan intim atas nama profesionalisme kerja. Kalau begini, malulah saya sebagai bangas yang menjujung tinggi nilai-nilai timur yang katanya penuh dengan kesopanan. Budaya barat makin bangga mereka usung sebagi ternd masa kini.
Lalu dimanakan LSF (lembaga Sensor Film). Ternyata mereka pun tidak bisa bekerja dengan maksimal. Lihalah bagaiman ketua LSF,Tite Said, pada ditanya saat wawancara dengan wartawan mengenai batasan pornografi dalam film.ah, ternyata dia pun tidak bisa menjawab. Bahkan jawabnnya sering berubah-ubah. Lalu buat apa ada Lembaga Sensor kalo tidak bisa menyensor ?.
Pemerintah harus tegas dalam hal seperti ini, batasan mengenai pornografi ataupun pornoaksi harus tegas. Karena selama ini masayrakat dibuat bingung antara porno dengan “Cuma” adegan porno. Untuk maslah ini salah satu solusinya adalah segera disahkannya Rancangan Undang-undang Pornografi dan pornoaksi atau RUPP. Undang-undang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini ternyata berhenti di tengah jalan. Padahal kalau saja undang-undang ini selesai, saya yakin tidak ada lagi kerancuan mengenai batasan pornografi tadi. Pemerintah jangan mau ditekan oleh ‘oknum’ seniman yang mengatas namakan seni tersebut. Seni tidak harus melulu menampilkan adegan syur atau wanita yang hanya dibalut handuk. Seni lebih dari itu, karena seni yang indah adalah seni yang dimata tuhan itu dilarang, karena rasa seni itu tercipta dari sang Maha Pecinta Seni. Anak cucu kita adalah generasi yang harus selalu ingat akan nilai-nilai luhur leluhurnya, yang itu selalu penuh dengan nilai kesopanan.
* Penulis adalah Mahasiswa Universitas Sahid dan Penikmat film bermutu
1 Komentar:
Ass wr.wb bro, salut ma tulisannya, saya adalah pemboikot sejati produk (hampir sebagian besar) film indonesia.
indutri yang dibagun dengan input human resource yang kacau, jangan kaget kalo outputnya ancur.
pernah ada suatu masa, dimana film indonesia pernah ada di di hati saya, gw ga' inget waktunya, mungkin waktu umur 4 - 6 tahun, cuma ada 1 layar tancap di daerah transmigrasi ( sebagian besar adalah penduduk pendatang dari jawa, umumnya bekerja di perkebunan teh) segede kota muarobungo jambi (gw ikut orangtua, yang ditugasin jd dokter ptt disana).
ada takjub campur bingung ala anak kecil, cuma gw liat ceritanya indonesia banget, belom masuk apa yang dinamain budaya negatif MTV disana, adegan silat diatas pohon, desingan peluru merebut kemerdekaan. gw liat semua, ge seneng jadinya.
sekarang gw idup di dunia utopia, dimana gw, umur 23 taon, berdoa diberi kesempatan sekali lagi ama Allah, buat nonton film indonesia yang berkualitas.
Posting Komentar
Siapun boleh ngehina gw.Termasuk loe
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda