Kisrah kisruh Rokok

Gue udah hampir 4 tahun belakangan berhenti nge rokok, alasanya sih sederhana, DUIT GUE HABIS buat beli sebungkus rokok doang. Padahal dulu gue termasuk perokok berat, 2 bungkus bisa buat 1 hari (termasuk dikit untuk golongan pecandu rokok).
Pertama kali ngerokok itu seingat gue terjadi saat masih duduk di kelas 6 SD. Gara-garanya sh, teman-teman gue yang udah duluan ngerokok, selalu manas-manasin gue buat ngerokok, alasanya sih klise “ Kalo gak ngerokok gak gaul “, “ Kalo gak ngerokok gak jantan “, “ Kalo gak ngerokok kayak bencong “. Untuk alasan yang terakhir gue sadarin itu salah besar, setelah gue tahu bencong yang sering mangkal di perempatan dekat rumah gue JUGA NGEROKOK.
Saat ini, ada heboh-heboh berita tentang FATWA MUI tentang rokok itu haram. Mungkin bagi sebagian kalangan ini cuma angina lalu aja, atau sedikit bergumam “ Ah cuma fatwa kok “.
Tapi menurut gue ini penting banget. Pasalnya, saat ini ruang terbuka bagi yang tidak merokok sangat sempit sekali, coba cari tempat mana yang gak ada orang gak Ngerokok. Mulai dari terminal. Sampai tempat ibadah pasti penuh dengan orang yang ‘membakar’ uangnya tersebut. Gue sampai mikir,
Tapi, masalahnya adalah banyak orang ketakutan kalau Fatwa ini jadi dikeluarkan, maka banyak lapangan pekerjaan di tutup, pabrik rokok sudah tidak mampu beroperasi lagi karena omzet rokok menurun drastis.
Hello, come on!!. Sampai kapan kita harus bergantung pada akar lapuk terus ?, sekarang loe bayangin, hampir semua bagian di negara ini dibiayai oleh perusahan rokok tersebut, olahraga, pendidikan, seni, agama, Iptek. Dan semua pasti setuju apapun yang kita bangun dengan fondasi yang lemah, akan hancur dengan sendirinya.
Namun sayang, ternyata MUI sendiri tidak solid dalam mengeluarkan fatwa ini. Seperti yang terjadi di
Samalah kayak misalnya bapak kita yang alergi sama jeroan, karena kalo dia makan, akan menimbulkan penyakit. Begitu juga dengan Rokok, jika kita memakainnya akan menimbulkan penyakit.
Pada akhirnya semua kembali ke kita juga sih, gimana mau menyikapinya. Toh, Fatwa ini cuma anjuran, mau diikuti ya monggo, enggak ya kebangetan.
Hah sudahlah, kok jadi merancau gini.
Label: rokok, Tyo ngomong Politik